Pembulian pada Pendidikan Adalah Petaka Generasi
PEMBULIAN ADALAH BAHAYA LATEN PENDIDIKAN
“My name is Nashr Alafi, sir. I
am from Surabaya. I am feel sad. I not happy. My friends everyday bully me. But
I know it is everyday. I cannot move. This is my destin. I am want go away from
them. This like the hell for me. My hobby is alone. Without them I can smile.
They moke me. They are make me down. I don’t know what I must do. I want be
same,Sir. But they throw me food and rubbish when no teachers. I in the hearth
want to kill them. I am reply them and make them dessappear.”
Itu adalah cuplikan wawancara
pada pembelajaran speaking dengan seorang anak yang bernama Nashr Alafi kelas
VIII. Betapa terkejut ketika penulis menyimak speakingnya dia. Dia terlihat
memiliki masalah yang begitu besar di hidupnya tetapi tidak memiliki jalan
keluar. Dia ingin dianggap sama dengan yang lain tetapi masyarakatnya menolak.
Betapa kasihan apabila dia itu adalah anak didik kita atau anak kandung kita
yang memiliki permasalahan seperti itu.
Pertanyaannya, apakah dia terlahir sebagai sosok yang apas selama dia hidup?
Betapa kasihan dan menangis jika
kita yang berada pada posisinya. Seakan dunia itu begitu kejam. Itu belum
seberapa dan merupakan cerita artifisial saja belum secara mendalam, karena
percakapan di atas belum tentu refleksi kejujurannya secara penuh. Masih banyak
pembulian di hidupnya yang lebih mendalam. Tidak ada seorangpun yang dalam
hidupnya ingin menderita. Semua ingin merasakan kebahagiaan yang telah Tuhan
ciptakan, begitu pula Nashr.
Ini adalah bukan saja
problematika Nashr seorang. Ini juga bukan milik pegiat pendidikan saja. Ini
adalah masalah bangsa dalam mengakomodasi pendidikan di Indonesia, terutama
problematika pada generasi-Z.
Mereka memiliki kecenderungan banyak beraksi dan berpengaruh. Mereka ingin
menunjukkan kemampuan dan kelihaiannya kepada dunia. Ini harus diputus sejak
sekarang melalui pengawasan yang ketat dan konsisten dalam sistem pendidikan
kita.
Mungkin kita tidak melihat
dampaknya sekarang ini. Hanyalah tangisan dan rasa dendam. Bagaimana jika rasa dendam
itu disimpan dan dikembangkan oleh anak itu dan dibalas pada masa sepuluh tahun
ke depan? Ketika pembuli pada masa sekarang sudah insaf nanti, anak hasil
bulian ini dapat juga melampiaskan dendamnya melalui pembalasan pembulian yang
lebih kejam lagi. Hasilnya, negara akan dilanda kecemasan yang sangat mendalam
dengan dihadirkan generasi yang cenderung suka berseteru antar sesama.
Bagi mereka yang dibuli, mereka
merasa dunia tidak berpihak kepada mereka. Mereka hanya memiliki dunia sendiri.
Yang terjadi adalah acuh terhadap sosialnya. Kalau negara tidak terjadi kontak
sosial yang baik, maka akan dapat membahayakan persatuan. Mereka tidak rukun
satu sama lain. Semuanya itu dapat terjadi karena adanya benih-benih pembulian
pada masa usia dini.
Orang tua dan pendidik di dunia
formal harus benar-benar memperhatikan. Mereka harus sabar menghadapi segala
perilaku mereka, mendidik mereka dengan penuh keikhlasan dan cinta. Mereka
harus mengetahi bahwa anaknya adalah lahir dari generasi yang penuh dengan pengaruh
yang membahayakan, yakni dunia digital. Mereka dengan sendirinya belajar dari
digital khususnya internet dan game online.
Ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Setelah mereka mengkonsumsi hal
itu, bisa jadi mereka langsung melampiaskan pada kehidupan nyata. Jika tidak,
mereka secara tidak sadar sudah disisipi pengaruh melalui etika dan sikap dalam
menanggapi permasalahan yang ada. Jalan terbaik adalah menyisipkan nilai-nilai
religi ke dalam kehidupan mereka. Membuat mereka berkarakter terutama agamanya
tanpa memaksakan kehendak kepada mereka. Sesungguhnya, mereka itu makhluk yang
unik dan berbeda dengan generasi kita yang dewasa menghadapi isu sosial. Tetapi
mereka memandang semua itu dengan alanya sendiri.
Ketika mereka sudah memiliki
karakter yang santun dan religi, sudah dipastikan akan mudah untuk menerima dan
menanggapi fenomena sosial di hadapan mereka. Mereka dapat lebih dewasa dan
tidak menggunakan emosinya dalam berkiprah di masyarakat. Hasilnya, Indonesia
akan memiliki generasi yang berkarakter dan maju dalam segala hal. Akan sangat
percuma dan membahayakan jika generasi kita adalah generasi yang pandai,
cerdas, dan pemenang, namun mereka memiliki karakter yang buruk. Seperti pedang,
dia dapat melindungi kita dan kawan kita jika pembawanya memiliki niat yang
baik. Namun jika tidak, dia akan dapat menghunus kita semua berada di tangan
orang jahat. Itulah pentingnya menghapuskan pembulian yang diawali di dunia
pendidikan untuk memajukan masyarakat kita.
Comments
Post a Comment