Teknologi Tesla
Masihkah Belajar Dari Tesla?
Tesla yang merupakan raksasa perusahaan otomotif
khusus mengembangkan mobil-sport elektrik (mobil
sport dengan tenaga baterai) yang berkecepatan dan bertorsi tinggi sedang
mengalami pembelajaran hidup. Sebagian dari produk-produknya dianggap
membahayakan oleh khalayak. Hanya karena ada kejadian yang menimpa Tesla, maka
banyak masyarakat yang ikut berpartisipasi untuk mengkritisi nasibnya.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Steve Lohr pada New York Times yakni
Jitendra Malik , seorang profesor di University of California , Berkeley ,
mengalami kecelakaan yang fatal pada bulan Mei dimana mobil listrik Tesla yang
dilengkapi dengan sistem autopilot nya mengalami tabrakan. Mobil S-model
itu menabrak tractor trailer dan seorang pria Ohio yang berada di dekatnya
langsung tewas.
Federal Regulator masih menyelidiki kecelakaan tersebut . Tapi tampaknya
mungkin bahwa banyak orang di tempat itu terlalu PD pada sistem self - driving
Tesla. Hal senada tercermin dengan berita kecelakaan mobil listrik Tesla
yang fatal di Cina. Selanjutnya, mobil lain seperti Ford , mengumumkan rencana
untuk memproduksi mobil driverless 2021 , yang mengambil pendekatan go-slow
approach. Untuk sekarang ini mereka mengatakan bahwa teknologi yang
menggunakan sistem hands-free belum siap dipergunakan pada kondisi tertentu.
Asumsi Tesla mengatakan bahwa Autopilot tidak dimaksudkan untuk mengambil
alih sepenuhnya pada driver manusia. Itu hanya refleksi teknologi untuk
mempermudah kehidupan. Perusahaan secara implisit mengakui bahwa
pemiliknya harus memperhatikan saran Dr. Malik , yaitu dengan
memodifikasi Autopilot sehingga sistem akan mengeluarkan driver
peringatan lebih sering menempatkan tangan mereka di roda kemudi. Tesla juga
harus memasang radar fine-tuning sensor untuk lebih akurat mendeteksi bahaya
jalan. Dengan pembaharuan yang lebih detail, maka mengemudi dengan tingkat
keamanan tinggi akan menyelamatkan pengemudi dari bahaya.
Melihat dari sisi tersebut, apakah kita masih belajar dari Tesla akan
obsesi kita yang begitu besar? Di Indonesia sebenarnya sudah banyak pengguna
mobil listrik. Hanya saja, mereka menggunakannya dalam sekala sempit karena
belum ada faktor penunjang untuk akses jarak jauh. Teknologi yang canggih itu
hanya dikonsumsi oleh masyarakat tingkat atas karena hanya bisa didapat melalui
pemesanan khusus. Hanya orang tertentu yang dapat menikmatinya. Mobil itu
sangatlah mahal.
Lalu, dengan fakta bahaya yang terjadi pada Tesla, apakah masih cocok mobil
super canggih itu diperjualbelikan atau diproduksi di Indonesia? Mengingat
negara kita mengalami kesulitan dalam mengatur lalu lintas. Banyak kemacetan
terjadi di mana-mana, tidak hanya di ibukota, di pelosok pun kini sudah terjadi
kemacetan. Apakah mobil Tesla sudah mengadopsi keadaan tersebut. Itu adalah
permasalahan yang harus diselesaikan oleh bangsa.
Namun pembelajaran yang paling penting adalah Tesla telah melakukan inovasi
besar-besaran dalam dunia teknologi. Berbekal kerasnya persaingan antara
perusahaannya dengan Edison, kini ia tumbuh menjadi raksasa dunia yang tidak
boleh dipandang sempit. Lebih tepatnya, dunia yang ingin berkembang harusnya
berkiblat pada Tesla untuk mengembangkan teknologinya hanya sebatas sebagai
inspirasi. Dengan seperti itu, mobil listrik akan terasa ramah dikembangkan di
negeri ini.
Comments
Post a Comment